Pengasong Beromset Puluhan Juta
Selasa sore kemarin ketika bersama anak-anak menjemput istri di mulut gang tidak jauh dari rumah, saya menjumpai seorang pedagang keliling yang sedang mengemasi dagangannya diemperan ruko. Pedagang itu ternyata menjual peralatan-peralatan dapur. Saya agak tertarik dengan sendok nasi yang terbuat dari kayu pohon kelapa karena tekstur yang bergurat-gurat itu. Saya perhatikan dari penampilan fisik pedagang itu kemungkinan besar berasal dari jawa, dan dengan percaya diri saya coba menanyakan harga 1 sendok nasi incaran saya tadi dalam bahasa jawa. Ini trik yang biasa saya gunakan untuk mendapatkan harga yang murah dari pedagang yang berasal dari jawa dan selalunya berhasil. Ternyata dugaan saya benar, lelaki itu tersenyum dan menjawab pertanyaan saya dengan bahasa jawa pula. Singkat cerita akhirnya saya bisa mendapatkan 1 sendok nasi dan 1 sendok sayur panjang dengan harga yang sangat miring dibanding jika membeli di pasar atau supermarket.
Sembari menyaksikannya mengemasi barang dagangan, pertama saya coba bertanya sedikit tentang asalnya. Rupanya ia berasal dari Solo, tepatnya daerah Karanganyar. Ya Karanganyar memang masih termasuk dalam karesidenan Solo/Surakarta. Maka tidak salah memang jika pada awalnya ia mengaku dari Solo, karena Solo lebih dikenal orang kebanyakan. Sudah hampir 2 bulan ia merantau untuk berjualan peralatan dapur di kota Medan. Oh ya, namanya Rustam, tinggal di kawasan Medan Marelan bersama 40-an orang sesama pedagang keliling asal pulau Jawa. Mereka mengontrak rumah dan setiap bulan cukup ditarik 80 ribu rupiah termasuk uang sewa rumah, air dan lisrik. Pagi-pagi sekali Rustam sudah berangkat menuju pasar yang menurutnya hari itu akan ramai. Sesuai feeling saja, karena terkadang ia bisa berdagang sampai ke pasar-pasar yang ada dipinggiran kota Medan. Lalu ketika pasar sudah terlihat sepi maka ia akan mulai berjualan berkeliling hingga sore hari. Beraneka macam barang dagangannya, ada pisau dapur, saringan minyak, berbagai tipe sendok nasi, parang, gergaji sampai kemoceng. Seperti yang terlihat pada foto berikut ini.
Kelihatannya barang yang dijual oleh Rustam terlihat sepele, tetapi alangkah terkejutnya saya ketika tahu bahwa setiap minggu ternyata ia mampu mengirim uang untuk keluarga yang ada di jawa minimal 1 juta. Berapa pendapatannya dalam 1 minggu? Menurut pengakuannya jika hari-hari sedang ramai omset bisa mencapai 4-5 juta per minggu. Saya pikir ada benarnya juga karena barang yang saya beli tadi itu jika tidak pandai menawar harganya bisa 3 x lipat. Jauh-jauh merantau jika hanya meraih untung seribu-dua ribu rupiah untuk satu item rasanya tidak sepadan. Menurut Rustam omset ini masih kalah dengan teman sesama pedagang keliling yang menjual mainan anak serupa gamelan itu. Kelihatannya kurang bernilai tapi nominal yang bisa dihasilkan lebih dari kata lumayan!
Rustam berkisah bahwa sebelum merantau ke Sumatera, dirinya adalah buruh sebuah pabrik yang ada di Sragen. Bermodal nekad dan ajakan teman yang sudah berhasil maka ia mencoba peruntungan berdagangberalih profesi menjadi pedagang sampai ke Medan ini. Dahulu gajinya hanya 800 ribu rupiah saja per bulan, yang sekarang setara dengan penghasilan 3-4 hari saja.
Tidak lama lagi Rustam akan kembali ke jawa, tujuannya bukan sekedar mengobati rindu kepada istri dan anak saja melainkan mengambil barang dagangan lagi karena persediaan mulai menipis. Saya bertanya kenapa tidak memakai sistem barang dikirim saja karena pulang pergi Solo-Medan perlu ongkos yang tidak sedikit? Alasannya adalah resiko mendapatkan barang yang jelek-jelek karena tidak bisa memilih. Barang jelek berarti alamat tidak akan ada yang mau membeli. Lagi pula dengan pulang sendiri, Rustam bisa mengambil sebagian barang terlebih dahulu dimana pembayaran akan dilakukan belakangan. Dan ini biasa dilakukan oleh pedagang lain terhadap orang yang mereka sebut juragan.
Ada sesuatu yang menarik perhatian saya, kayu pikulan milik Rustam ternyata sudah mengadopsi sistem knock-down. Bisa dibongkar pasang! Masih ingat, dahulu jika kebetulan satu angkutan dengan para pedagang keliling maka keranjang dan pikulan bisa menuh-menuhi angkot yang kadang bikin jengkel penumpang lain. Setelah memendekan pikulan, bilah-bilah pikulan itu disusun rapi bersama dengan barang dagangan lain yang sudah disatukan dalam satu keranjang dimana keranjang lain dijadikan penutup. Langkah terakhir adalah membungkusnya dengan kain mirip sarung lalu mengikatnya dengan tali. Benar-benar ringkas dan akan mudah dimasukan kedalam angkot nantinya.
Pertanyaan terakhir saya, apakah ia tidak takut dengan preman yang mungkin akan mengganggu. Jawab menarik keluar dari mulut Rustam,
“Lha dagangannya saya saja benda-benda tajam kayak gitu, mana ada yang berani ganggu..mas. Paling juga ada yang datang minta uang keamanan pasar dan biasa saya kasih 5 ribu, sama seperti pedagang yang lain. Dan itu nggak masalah, itung-itung bagi rejeki..mas.” Tambahnya.
Setelah semuanya beres di-packing Rustam meminta tolong agar saya menjaga barangnya sebentar karena ia hendak membeli pulsa di konter seberang jalan. Kegiatan malam sebelum tidur adalah menelepon keluarga di Karanganyar. Mendengar suara istri dan anak semata wayang tercinta sudah cukup untuk melepas segala kepenatan setelah seharian bekerja. Tidak lama setelah berbincang-bincang, Rustam pun berpamitan karena angkot yang akan membawanya pulang sudah tampak di kejauhan dan kami pun bersalaman.
SUMBER
Tidak ada komentar: